WELCOME

Selamat datang di blog Maiel siiependiamtullend.....Udah mampir jangan lupa komentarnya ya.....

Jumat, 08 April 2011

Menjelang hari kelahiranku

Aku cukup bangga dengan kota kelahiranku, kota yang membesarkanku, kota yang memberi aku bekal dan inspirasi untuk menjadi orang yang tangguh ketika berpetualang dan menuntut ilmu di kota Banda Aceh .

Menjelang hari kelahiranku, tidak ada sesuatu yang lebih, selain aku memikirkan tentang diriku sebagai sesuatu kata. Definisi atau lebih tepat penggamabaran Gibran Kahlil Gibran tentang dirinya sendiri sebagai kata, sungguh sangat menyentuh dan menginspirasiku. “Lihatlah diriku, sebuah kata yang maknanya samar-samar dan membingungkan; kadangkala tak bermakna; kadangkala bermakna dalam banyak hal”

Yang hendak aku tegaskan dalam kalimat Gibran di atas bukan tentang bermakna atau tidak bermaknanya diriku di hadapan realitas penafsiran. Tetapi tentang kata itu sendiri. Tentang sesuatu yang bisa lahir dan mati, bisa berproses dan tumbuh, beranak pinak dan berkembang biak, bisa mengungkapkan dan meluapkan tentang apa saja, pun bisa diam dan mendiamkan apa saja.

Jika aku menyadari sungguh, aku adalah kata, bukan kata bermakna atau bermakna samar-samar dan atau tidak bermakna. Tetapi tentang kata yang bisa menumpahkan pikiran dan rasa. Tentang kekayaan kata, dan bermartabatnya dia dalam proses menjadi diriku sendiri.

Bagiku, kata itu mengagumkan, sesuatu yang kadang bisa dilukiskan dengan mudah, tetapi kadang menyulitkan hingga aku harus mendiamkannya. Dalam dan melalui kata aku menemukan siapa sesungguhnya diriku sendiri. Bahwa sesungguhnya aku tidak lebih sebagai sesuatu kata.

Menjelang hari kelahiranku. Selalu setiap saat seperti hari-hari ini, aku selalu menjumpai diriku sendiri dalam kata yang sulit untuk dilukiskan. Setiap kata yang tertuang, dan tutur yang terlontar, selalu terasa hambar. Pada setiap doa dan dalam hening sembahyang, Tuhan yang dipuja aku titipkan kata sepi senyap, “Tuhan, jangan ganggu aku, biarkan aku sendiri tampa-Mu, sehari ini saja”

Sebab, aku mau memaknai makna keterlemparanku ke dalam dunia. Serupa apakah itu. Dan tentang itu aku tak sanggup mengucapkan kata, apalagi menuliskannya dengan rasa. Jika Gibran Kahlil Gibran menggambarkan dirinya sebagai sesuatu kata yang kadang bermakna samar-samar, dan atau kadangkala bermakna dalam banyak hal. Aku justru menggambarkan diriku sendiri sebagai sebagai kata yang secara terus menerus menemukan pemaknaan. Dan bagiku hanya dalam keterlemparan ke dalam realitas aku menjadi bermakna.